Selasa, 17 November 2015

Jomblo & Pergulatan Mencari Makan - Memoar

ohmlukas.blogspot.com - Ketahuilah, tak mudah bagi para jomblo mencari makan di sekitar kampus! Ya, terlepas dari nasib serupa dialami lelaki berkekasih yg bingung menentukan tempat makan, sebab deknen cuma bilang, terserah kamu sayang.
*****
Di sekitar kampus, banyak tempat makan dgn pilihan menu yg menggoda lidah. Bayangkan, olahan ayam saja sudah beragam. Ada ayam goreng, ayam bakar, ayam geprek, ayam rempah, ayam penyet, ayam kremes, dan tentu saja: ayam kampus. Belum menu dan tempat makan lain, banyak sekali. Setiap tempat makan dan sajiannya punya rentang waktu tertentu. Pagi hari, terkhusus di belakang kampus, bubur ayam jadi primadona. Selain itu, ada nasi uduk, sop matahari, dan soto. Setelah jam 9 pagi, tempat makan bermenu ayam mulai buka, kecuali ayam kampus yg baru buka malam-malam. Lalu, seiring mentari yg malu-malu memudar, bakso dan mie ayam hangatkan senja. Malamnya, nasi goreng jadi incaran selain tempat makan sejuta umat, angkringan. Tak terlewat, ada jg yg buka selama 24 jam sehari, yakni kedai Burjo.

Mestinya, dgn banyaknya alternatif pilihan, mahasiswa tak kerepotan mencari makan. Pertimbangannya dua, faktor internal si pencari makan itu sendiri dan faktor eksternal. Faktor internal berkisar tentang selera pastinya, dan keterjangkauan, biasanya soal duit dan jarak. Makanan murah paling-paling nasi telur di Burjo, / paket hemat ala sepasang kekasih, Popeye dan Olive. Tapi, bila terus-menerus turuti pertimbangan ekonomis, pasti bosan makan yg itu-itu saja. Soal jarak, biasanya hanya berlaku bagi mereka yg terkendala transportasi. Mahasiswa yg sehari-hari jalan kaki ke kampus, seringnya makan di kantin fakultas, kecuali pas kebetulan ada tebengan buat makan ke luar.
Faktor internal sudah, sekarang bahas yg eksternal. Faktor eksternal ialah yg berada di luar diri. Ah, anak SMP jg tahu. Selain perut, duit dan jarak, pengaruh lain berasal dari tempat makan di sekitar kampus. Setiap tempat memiliki ciri khas sendiri dan tak tiap orang nyaman berada di sembarang tempat. Tidak tiap cinta nyaman berada di sembarang hati. Demikian pula tempat makan. Khusus ini, pembahasan mulai dikerucutkan pd nasib kaum jomblo, iya jomblo. Barangsiapa meragukan ketabahan hati seorang jomblo, celakalah ia. Mahasiswa yg masih suka berkasih-kasih mestinya simpati kepada para jomblo, mereka merasakan sendiri sengitnya usaha mengenyangkan perut. Tidak semua tempat makan menerima kedatangan jomblo untk makan sendirian. Kendati tak satu jua yg terang-terangan menolak mereka. Penolakannya sangat halus, sehalus jawaban, maaf ya, kita berteman saja.
Sentimen Anti-Jomblo yg Ekonomis Secara ekonomis, jomblo yg makan sendirian tak banyak memberi untung bagi tempat makan yg ia datangi. Pengelola tempat makan tentu mengharap yg datang sepasang kekasih / mahasiswa-mahasiswi bergerombol. Sekali kedatangan jomblo paling-paling dpt sepuluh ribu rupiah, sedangkan sepasang kekasih bisa dua kali lipat, dan yg bergerombol, kalikan saja dgn jumlah orangnya. Oleh sebab itu, berbagai rekayasa dilakukan oleh pengelola tempat makan, agar sebisa mungkin mahasiswa tak datang sendirian ke tempatnya. Salah satunya melalui desain meja makan. Perhatikan, terlepas dari berapa luas tempatnya, ukuran meja di kantin kampus dan tempat makan luar kampus punya perbedaan signifikan. Ukuran meja di kantin kampus relatif tinggi, lebar, dan panjangnya bisa semeter lebih. Di luar kampus, biasanya pendek karena buat lesehan, dan meja sekadar muat untk empat orang. Tapi sebagai pengecualian, masih ada pula yg mengadopsi bentuk dan ukuran meja kantin kampus, semisal kedai Burjo, rumah makan Padang, dan warung bakso.
Meja makan adlh tanda, dan tiap tanda mengandung makna. Baik bentuk dan ukurannya, menyiratkan sesuatu yg memang sering diabaikan perut-perut yg lapar. Nyatanya, otak manusia bisa pindah ke perut. Kalau perut sudah keroncong, pikiran pun kosong. Oleh karenanya, jarang yg menyadari bahwa ada rekayasa simbolik di tempat makan yg didatangi, melalui meja tentunya. Meja kecil di tempat makan lesehan selalu dipakai makan berkelompok. Oleh sebab itu, jomblo pun enggan makan di sana. Jelas karena malu, yg lain ada teman, kok ada yg masih makan sendirian. Truk saja gandengan! Toh, pengelola tempat makan jg bisa merugi. Sebab, saat jomblo makan tanpa teman, meja yg harusnya bisa buat empat orang dikuasai sendiri. Jika ada orang lain yg datang, pasti enggan makan di meja yg sama. Bukan lantaran jomblo itu menjijikkan, karena belum kenal saja, jadi tak nyaman. Tapi ni hanya terjadi bila tempat makannya sepi. Kalau ramai, mana berani jomblo datang sendirian?
*****
Maka, mengimbau para mahasiswa dan mahasiswi, ajaklah temanmu yg jomblo makan bersama. Jangan sampai kesetiaan pd kesepian mereka goyah, lalu terpaksa cari pacar cuma buat teman makan. Padahal seturut Ustadz Felix Siauw, pacaran itu haram!
CATATAN: Dimuat di rubrik Memo, Buletin Civitas edisi 40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

D.M.C.A Disclaimer of Lukas Blog - All contents published under GNU General Public License.
All images/photos/videos found in this site reserved by its respective owners. We does not upload or host any files.