Kamis, 23 April 2015

IBU TIRI VS ANAK TIRI: BAGIAN PERTAMA (ANAK) 96857

Sudah baca aturan membaca post blog ini? ;)
Perlu sister pahami, tak ada satupun anak di dunia ni yg menginginkan perceraian. Masalahnya adalah, perilaku buruk sama saja dgn perilaku baik, seringnya pola berulang dan menjadi kebiasaan. Maka tak heran ketika suatu masalah terkuak, seseorang di pihak yg ‘merasa benar’ dan menjadi ‘korban’ mengambil langkah perpisahan.
Dengan dalih ‘ini jg demi kebaikan anak kami’, dimana mereka jg pasti tahu bahwa sebaik apapun mereka menutupi perpisahan tersebut, ada sesuatu yg sudah tercerabut dari jiwa si anak. Kebersamaan. Melihat bahwa ia normal, yaitu memiliki ayah dan ibu yg tinggal bersama di satu rumah. Dan hal itu hilang tanpa ada yg bisa anak lakukan untk mempertahankannya.
Saya ingat salah satu dialog di film “Letters from Juliet” yg diperankan oleh Amanda Seyfried. Nenek dari pemeran utama laki-laki mengatakan bahwa orang tua si laki-laki (yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas) tak sama dgn orang tua Amanda yg ‘memilih untk meninggalkan Amanda’.
Jadi, sister tak mungkin berharap anak broken home bisa senormal anak di sebuah keluarga yg biasa saja. Kenyataannya memang mereka mengalami suatu keadaan yg abnormal.
Namun begitu, pd beberapa keadaan dgn pola didik yg luar biasa, seorang anak broken home bisa menjadi lebih super daripada anak biasa. Maaf, ambil contoh saya. Saya diajarkan untk harus berprestasi supaya ayah saya selalu ingat akan saya. Karena kita selalu ingat pd apa yg bisa kita banggakan, benar? Sebenarnya saya jg biasa-biasa saja, tapi ketika saya memasuki sebuah kompetisi, saya bilang sama diri sendiri bahwa saya harus menang. Saya mau ayah saya menemui saya dan mengucapkan selamat. Sebenarnya tekanannya jadi lebih tinggi dan stressful tapi sekali lagi, sudah menjadi suatu kebiasaan.
Selain itu, anak-anak tetaplah anak-anak. Suka / tidak, orang tua memang tempat meminta. Jangankan yg usia 10 tahun, hingga saat ni saya berumur hampir 25 tahun, kalau saya pingin punya sesuatu, saya akan tanya dulu ke ayah saya. Bukan saya tak mampu beli sendiri, tapi karena anak korban perceraian menginginkan sebuah simbol kasat mata yg menjadi bukti perhatian orang tuanya. Demikian jg yg selalu saya bilang ke ayah saya. Setiap hari raya, saya selalu diberi uang untk belanja baju sendiri. Saya tegas menolak. Karena, kalau dibelikan bisa lebih dari jatah, hehe. Bukan, saya ingin memiliki waktu berkualitas bersama ayah saya. Saya ingin ayah saya memilihkan baju terbaik untk saya, seperti yg beliau lakukan untk ketiga adik saya.
Jadi, jika anda adalah seorang ibu tiri dan menganggap bahwa suami anda sudah cukup memberikan sejumlah uang sebagai tunjangan bulanan, percayalah berapapun jumlahnya tak akan pernah cukup untk menggantikan kehadiran ayahnya.
Saya pun merasakannya. Di masa SMA, tiap awal bulan saya terpekur di depan ATM. Menatap nominal uang di rekening itu sambil berpikir ‘buat apa uang sebanyak ini?’ Saya tak butuh uang sebanyak itu untk naik angkot, saya bahkan rela menukarnya hanya untk mendapat kesempatan diantar-jemput ke sekolah oleh ayah.
Disinilah biasanya sinetronnya mulai. Anak-anak itu menggunakannya untk hal-hal yg tak ‘normal’. Dan sekali lagi si ayah dan ibu tiri mengatakan “kamu ga tahu diuntung”
Well, saya tak membela anak broken home. Karena it’s about environment after all. Setiap manusia selalu bisa memilih hal yg lebih baik. Tapi kalau lingkungannya tak menunjukkan kepada si anak bahwa itu buruk, ya how come he/she knows?
And yes. Jangan jadikan anak broken home sebagai kambing hitam, terlebih sampai bilang “anak broken home sih…” Yang anak normal MBA, narkoba, bandar togel *eh* jg banyak ibu-ibu.. Ndak ada hubungannya sama sekali ya.. Plis.
Kesimpulannya adalah, tak ada gading yg tak retak. Seorang anak yg datang dari keluarga yg paling harmonis pun masih bisa tak sempurna. Dalam posisi seperti ini, baiknya memiliki visi bahwa anak tiri sama dgn anak kandungnya. Sama-sama anak-anak. Titik.
Untuk anak-anak broken home, sayang sekali saya baru sadar hal ni setelah saya usia 24 tahun. You have to move on, istilah gaulnya. Apapun yg terjadi antara ayah dan ibumu, bersyukurlah mereka berdua masih ada, seperti apapun keadaannya.
Sekali lagi, suka / tidak, yg kemarin biarlah berlalu. Perpisahan mereka bukan kesalahanmu, tapi kalau sampai ada sesuatu dgn masa depanmu, itu jelas salahmu. Jika memang kamu menganggapnya sebagai sebuah kekurangan, kamu selalu bisa mengubahnya menjadi peluang dan kesempatan untk selangkah lebih maju daripada orang lain. Kamu, berhak untk bahagia. Dengan cara yg baik dan benar.
Terakhir, seperti kamu, kedua orang tuamu berhak untk bahagia. Jika memang mereka tak bahagia ketika bersama dgn satu sama lain, mereka berhak punya kesempatan kedua. Jangan halangi hak mereka untk bahagia. Because after all, you will grow up someday. You will leave your parents, and when you’re gone, its their couple who will light up their life. Your duty is simply take care of your own life and your own future family.
Silahkan berikan masukan / mungkin kalau sister mau sharing, bisa email ke primaditarahma(at)gmail(dot)com. Dengan satu syarat, jangan cerita kalau takut saya tak bisa simpan rahasia #bercanda :p
Love and Hugs, Prima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

D.M.C.A Disclaimer of Lukas Blog - All contents published under GNU General Public License.
All images/photos/videos found in this site reserved by its respective owners. We does not upload or host any files.