Senin, 15 Desember 2014

Cerpen Nyontek Itu Yang Cerdas Dong

Cerpen Nyontek Itu Yang Cerdas Dong Tidak hanya itu saja, kini beberapa cerpen bertemakan cinta atau ldquo huu nyontek apa memanggil kak Achdan ldquo Wan tolong panggilin kak Achdan dong Lihat dong tugas matematika lo matematika yang ada di buku bersampul biru itu. ldquo Nitaaa Deny nyontek cerpen dari seluruh Indonesia Laki laki itu berjalan melewati lorong kelas, berbelok, kemudian Cerpen LATE. dong, rdquo ucapnya sembari mengeluarkan buku tulis f isika nya.

Sebelum kamu baca lebih lanjut, baca dulu tulisanOlder Postjuga

Semester pertama di tahun pertama telah berlalu. Ada beberapa kesedihan yg dirasakan, seperti bu Nurul yg terpaksa tak bisa mengajar di kelas X9 lagi. Sempat anak X9 meminta agar bu Nurul tak diganti, tapi tetap saja nggak bisa. Aturannya memang sudah begitu. Setiap pergantian semester selalu ada pergantian guru mata pelajaran. Bukan hanya di X9 saja, tapi di semua kelas tanpa pengecualian. Semua dianggap sama di mata hukum sekolah.
Anak X9 sih sempat senang saat dapat kabar Bu Heny yg killer itu diganti, tapi sayang ada isu yg kurang sedap berhembus. Ada guru yg kabarnya nggak kalah killer bakal mengajar matematika di kelas X9 menggantikan bu Nurul. Seolah baru saja keluar dari kandang singa harus masuk sarang buaya.
Dan di pagi yg mendung di hari pertama itu, langit seolah menangis. Masih pagi sudah gerimis. Seolah sebuah pertanda buruk. Hal yg mengerikan akan terjadi, begitulah yg dirasakan kelas X9. Bahkan pagi-pagi sekali saat gerimis, mereka sudah ramai berada di kelas. Bahkan saat pintu gerbang sekolah belum terbuka, karena penjaga sekolahnya belum bangun. Akhirnya mereka berlompat-lompat ria melewati pagar sekolah untuk segera melakukan rapat darurat. Apalagi, kabarnya Kemed membawa berita gawat darurat yg harus disampaikan dgn segera.
Saat itu, pintu kelas tertutup rapat dan dikunci dari dalam. Karena di luar mendung dan lampu kelas yg sengaja tak dinyalakan membuat suasana kelas jadi gelap. Di salah satu bangku, semua anak berdesak-desakan bergerumbul. Ada yg berdiri, ada yg jongkok, ada yg duduk di kursi, ada yg duduk di meja, ada juga yg melompat-lompat ingin melihat dan mendengarkan apa yg ada di tengah-tengah kerumunan. Dan di tengah ada Kemed yg sedang diinterogasi. Ya benar, dan ini berkaitan dgn kabar gawat yg sedang dibawanya.
“Gawat....pokoknya gawat banget, ini berita buruk di tahun ini. Lebih buruk dari berita disadapnya pak presiden, lebih buruk dari gosip perceraian Ayu Nying-nying. Kemarin sepulang sekolah saya kebetulan mampir di ruang guru ngumpulin tugas sejarah. Lalu, saya nggak sengaja ngelihat papan pengumuman jadwal guru yg mengajar. Kalian tahu kan kalau guru yg mengajar kelas kita di semester kedua ini bakal diganti?”
“Iya, tahu. Bu Heny bakal diganti, bukan? Itu kabar baik dong!” Sahut Rara
“Bukan tentang itu, tapi tentang guru matematika”
“Bu Nurul maksudmu?” Tanya Rizky
“Yap, benar. Guru satu itu benar-benar menggoda jiwa dan hatiku. Siang malam rasanya sulit untuk makan, ditambah lagi aku memang lagi bokek. Dan rencananya aku ingin meminjam uang kepada kalian semua!”
“Dodol, kamu niat cerita nggak sih?” Bentak Ghopur,
“Iya nih...” Sungut yg lain
Kemed jadi gelagapan didesak begitu, “Iya iya, jadi nu Nurulku itu bakal diganti. Dan kalian tahu siapa yg bakal menggantinya?”
Semua anak menggeleng penasaran
“Saat kuamati di papan pengumuman, guru yg mengajar kelas kita berinisial WDD. Kalian tahu siapa dia?”
Anak-anak kembali menggeleng semakin penasaran
“Lalu aku melihat kakak kelas yg cantik, aku menghampirinya dan menanyakan siapa guru yg inisialnya WDD itu. Dan saat mendengar inisial itu, wajah kakak kelas cantik itu langsung pucat. Aku heran, bingung, tapi juga takut. Kakak itu dgn terbata-bata menyebut nama Mr. Wid, lalu kakak cantik itu pergi dgn tergesa-gesa sebelum aku tahu nama dan nomor HP-nya. Tak berhenti sampai situ, kulanjutkan mencari informasi dari kakak kelas lainnya yg kutemui. Dan gawatnya, tak ada satupun informasi yg baik, semua buruk. Mr. Wid adalah guru yg tak kenal ampun, garang dan seram, bahkan dia tak segan-segan memberi nilai merah di rapor. Parahnya, belum ada satupun kakak kelas yg pernah diajarnya memperoleh nilai di atas tujuh, bahkan mendekati tujuh pun sulit!”
“Kamu serius?” Tanya Riri nggak percaya, Kemed mengangguk.
Anak-anak kelas X9 langsung lemas dan saling berpandangan. Kesenangan karena tak diajar bu Heny lagi jadi sirna. Pelajaran matematika yg tadinya menyenangkan karena guru cantik menjadi pelajaran yg akan sangat mengerikan. Kemuraman sedang menjerat perlahan di setiap murid kelas X9.
Dan sampai bel masuk pelajaran telah berbunyi. Semua murid langsung duduk rapi. Tak ada yg bergerak, karena semua tahu seseorang yg bernama Mr. Wid akan segera datang. Sebagian besar hanya bisa pasrah dan mencoba menghadapinya. Sebagian besar lagi berharap guru itu nggak masuk dan nggak bakalan masuk ke kelas mereka untuk selamanya. Pintu kelas masih ditutup, tapi sudah tak terkunci. Berharap Mr. Wid enggan masuk saat melihat pintu kelas tertutup.
Dan di luar kelas gerimis telah berhenti. Menyisakan lapangan dan jalan becek. Bau jalanan basah memuai ke segala arah. Semua kelas sudah tertutup dan sudah mulai pelajaran. Seratus meter dari kelas Luki, hentakan sepatu pantovel terdengar mantap, langkahnya tegap dan kuat. Sosok tinggi nampak berjalan tergesa-gesa. Berkemeja putih dan bercelana kain hitam. Kumisnya tebal, dan sebatang rokok yg mau habis dihisapnya. Matanya tertutup kaca mata hitam mengkilap. Tak ada tas, tak ada buku, hanya sebatang pena yg nyangkut di saku kemejanya.
Beberapa saat kemudian, laki-laki tegap itu sudah berdiri di depan pintu kelas Luki yg tertutup. Rokok yg sudah menipis dimatikannya lalu dilempar ke tong sampah depan kelas. Kaca mata hitamnya di lepas dan digantungkan pd saku kemejanya. Perlahan, didorong pintu kelas. Di dalamnya semua murid duduk dgn tegang, beberapa gemetaran ketakutan ingin pingsan.
Laki-laki itu masuk, dia berjalan perlahan ke depan kelas. Dia memandangi dgn tajam seisi ruangan satu-persatu. Setiap yg dipandangi langsung menunduk. Dia diam beberapa lama, memberi kesan suram dan mengerikan.
Lalu, dgn suara besarnya dia berkata “Nama saya WIDODO”
Ternyata laki-laki itu adalah Mr. Wid yg baru tadi pagi dijadikan tranding topic. Seisi kelas yg mendengarnya langsung mengkerut takut. Mr. Wid kembali diam, dia menghampiri meja yg ada di depan meja guru. Itu adalah meja Sinta dan Riri. Keduanya jadi gemetaran juga.
Tanpa bicara Mr. Wid meraih buku cetak matematika yg ada di atas meja Sinta sambil bertanya, “Sampai bab apa?”
“Bab trigonometri pak” Jawab Sinta gugup, Mr. Wid hanya mengangguk-angguk membuka halaman. Mengamatinya beberapa saat lalu menutupnya lagi, dan meletakkannya kembali di atas meja Sinta.
“Baiklah!” Suaranya besar menggelegar, “Kita akan review lebih dulu!” Matanya tajam mengamati murid satu-persatu.
“Ayo kamu!” Mr. Wid menunjuk ke arah Ghopur, kakinya langsung lemas.
“Jelaskan konsepnya, kalau ada segitiga siku-siku ada sudut apa saja dari perbandingan sisi-sisinya?”
Ghopur langsung gelagapan, dia nggak tahu jawabannya. Selama pelajaran matematika sebelumnya, dia hanya sibuk memandangi guru cantik yg mengajar dibandingkan materinya. Dia sibuk melirik ke kanan dan kiri mencari pertolongan. Mr. Wid yg tahu gelagatnya langsung menegurnya dgn garang.
“Nggak usah tanya temanmu, mereka belum tentu bisa juga!”
Ghopur langsung menyerah dgn tatapan melas ke arah Mr. Wid. Dia menggeleng pelan, dan berkata sambil terbata-bata “ S...saya nggak bisa pak!”
“Maju sini kamu!” Perintah Mr. Wid, dan dgn pasrah pemuda itu maju ke depan. Dia nggak berani menatap mata gurunya itu.
“Selama ini kamu belajar apa? Masak, konsep dasar trigonometri saja nggak tahu? Padahal di dalam matematika itu yg terpenting adalah konsep. Bukan hanya dalam matematika, dalam kehidupan pun kita harus memahami konsep. Kamu ini! Berdiri di samping papan tulis sana!” Ghopur tak membantah,
Mata Mr.Wid kembali mencari mangsa, matanya menatap Luki. Luki yg sadar itu langsung menunduk. “Ayo, kamu mas!” Tunjuk Mr. Wid ke arah Luki, tapi pemuda yg ditunjuk nggak bereaksi, tetap menunduk pura-pura nggak mendengar. Suasana hening sesaat, Kemed yg duduk di samping Luki bingung siapa yg sebenarnya ditunjuk, dia menatap sahabatnya, lalu berganti menatap Mr.Wid. Dia sadar kalau yg ditunjuk adalah Luki, tapi kenapa pemuda itu masih diam. Dia memberanikan diri memastikan siapa yg ditunjuk sebenarnya, “Siapa pak?”
“Ya sudah kamu saja!”
Kemed langsung kaget, ternyata sebuah kesalahan saat memutuskan untuk memastikan siapa yg ditunjuk, pikirnya.
“Ayo, kamu maju sini! Jelaskan kepada teman-teman kamu!” Kemed langsung tegang, Luki yg masih menunduk di sebelahnya mencoba membantu. Dia membisikkan dua sudut Sinus dan Cosinus yg nggak terdengar jelas. Berbekal bisiskan Luki yg nggak begitu jelas, Kemed maju ke depan dgn gemetaran.
“Ayo jawab!”
“Cosasi dan Sinusitis pak!” Jawab Kemed gemetaran, anak-anak yg tahu jawabannya langsung kaget menahan tawa. Tapi tak dgn Mr. Wid, dia jadi marah, merasa jawaban Kemed ngawur. Akhirnya dia menyuruh Kemed menemani Ghopur berdiri di depan kelas.
Mr. Wid mengumumkan, dua makhluk ajaib itu nggak akan duduk sebelum ada yg bisa menjelaskan konsep dgn benar. Awalnya tak ada yg mau, jadi cukup lama juga keduanya berdiri. Tapi, kemudian Sinta memberanikan diri untuk menjawab. Dia berhasil mejawab dgn benar, meski secara konsep masih disalahkan juga oleh Mr. Wid. Alhasil, Kemed dan Ghopur berhasil di selamatkan.
Dan selama sisa waktu pelajaran terasa sangat lama sekali. Seolah jarum jam enggan untuk bergerak. Bahkan, kayaknya jarum jam berniat jalan mundur. Apalagi saat di akhir pelajaran yg seharusnya menjadi detik-detik menyenangkan menjadi kegundahan saat Mr. Wid mengumumkan minggu depan akan diadakan ulangan.
Hah? Tentu anak-anak X9 tercekat. Bibir setiap murid membeku. Padahal baru saja pertemuan pertama, tapi minggu depan sudah ulangan saja. Beberapa ingin protes, tapi saat melihat wajah garang Mr. Wid, tak ada yg berani.
*****

Masih ingat Romalia Cafe nggak? Tempat dimana Luki bekerja? Yap, benar! Ternyata, pandangan Luki kalau dia kerja bakal jarang ngumpul-ngumpul sama teman-temannya itu salah. Karena Romalia Cafe sekarang sering jadi tempat nongkrong anak SMA Nusa Bangsa, terutama anak kelas X9. Ya benar! Teman-teman Luki yg ajaib-ajaib itu jadi suka ke Romalia Cafe. Kadang mereka sekedar nongkrong, kadang mengerjakan tugas, dan kadang pula sengaja nyari jodoh buat yg lagi galau. Jadinya, rasa kangen pemuda itu yg jarang main bersama teman-temannya jadi terobati. Selain itu dia jadi sering dapat bonus karena setiap dia yg jaga kafe selalu ramai. Meski sebenarnya nggak semua anak X9 yg nongkrong di sana beli semua. Contohnya Ghopur dan Kemed yg sibuk seruput sana seruput sini ngincipin pesanan anak-anak yg lain.
Dan sore itu saat giliran Luki yg kerja, anak-anak X9 sudah asyik nongkrong. Sebenarnya nggak sekedar nongkrong. Mereka sedang menyusun strategi perang melawan Mr. Wid besok, terutama para cowok yg besok bakal terancam nyawanya saat ulangan, seperti Kemed, Keceng, Ghopur, Rizky, dan Angga. Bahkan mereka juga mengundang sukarelawan dari kaum hawa, Riri dan Rara. Dua gadis pintar yg dijuluki kembar tapi nggak sama.
Sebenarnya yg merencanakan hanya para cowok yg sudah pesimis akan gagal untuk ulangan matematika besok. Sudah tahu bukan, kalau besok itu adalah ulangan pertama yg telah ditentukan oleh Mr. Wid. Sebagian anak yg rajin memilih untuk belajar, sebagian lagi membuat rencana jahat untuk melakukan perang gerilya saat ulangan. Rencananya, pasukan yg dipimpin Kemed ini akan mengatur strategi mencontek untuk ulangan besok. Riri dan Rara adalah korban penculikan yg akan dijadikan sandra untuk memberi contekan. Tapi, kedua gadis itu nggak bisa begitu saja dong membahayakan nasib mereka untuk para cowok yg bukannya belajar malah bersiap mencontek.
“Ayolah, Ri, Ra, hanya kalian berdua yg bisa menyelamatkan hidup kami” Kemed merengek
“Iya Ri, Ra! Tolonglah kami!” Keceng ikut merengek
“Aduuh...jangan saya dong, saya takut ketahuan!” Riri menolak
“Iya nih, lagian tempat duduk kita kan jauh!” Rara menimpali
“Nggak bakal ketahuan, kalian berdua bakal duduk di barisan belakang dan kita akan duduk di bangku yg mengelilingi kalian”
Dan akhirnya, kedua gadis itu terpaksa menyetujui. Kemed dan kawan-kawan bisa tersenyum lega. Lalu beberapa saat kemudian Luki muncul membawa buku menu.
“Riri dan Rara pesan apa?” Tanya Luki ramah sambil tersenyum, lalu pandangannya beralih menatap para teman-teman cowoknya “Ayo pesen, kalau nggak pesen mending pd minggat!” Ujar Luki judes saat melihat teman-temannya yg sudah duduk lama tapi nggak memesan apa-apa. Terutama Kemed dan Ghopur yg kebiasaan nggak pernah pesan apa-apa, hanya numpang nongkrong. Tanpa dikomandoi, Kemed dan Ghopur kompak menunjuk satu minuman, es teh. Sementara Keceng langsung nunjuk ini itu banyak sekali.
*****

Hari yg nggak pernah ditunggu-tunggupun akhirnya tiba juga. Kemed, Keceng, Rizky, Angga, dan Ghopur pagi-pagi sekali sudah datang. Mereka menyiapkan semua perlengkapan perang. Mulai buku yg diletakkan di laci, menulis rumus di meja, menulis di lengan, menulis di kerts yg diselipkan di kaos kaki bau milik Kemed, sampai penghapus yg sudah ditandai huruf A, B, C, D, dan E. Buat jaga-jaga kalau soalnya pilihan ganda, katanya. Sebuah pilihan terakhir dgn perjudian jawaban apa yg ditunjuk oleh dadu dari penghapus.
Seperti biasa, Mr. Wid tiba dgn berbekal kaca mata hitam dan pena di saku kemejanya, masih tercium bekas asap rokok di bibirnya. Bahkan, saat akan ulangan pun, guru yg satu ini masih nggak bawa buku / kertas soal. Benar-benar strategi perang yg tak bisa disabotase, benar-benar musuh yg tangguh, pikir anak-anak X9.
“Hari ini kita ulangan ya?” Tanya guru itu lantang, tak ada yg menjawab. Namun Kemed dan kawan-kawan yg sudah mempersiapkan strateginya bisa tersenyum yakin.
Tiba-tiba Mr. Wid menunjuk Rara yg sedang duduk di belakang, dan menyuruhnya tukar tempat duduk dgn Diana yg duduk di depan. Kemed dan kawan-kawan langsung kaget, mereka saling berpandangan. Dan tak hanya sampai di situ, seisi kelas tempat duduknya di tukar-tukar semua. Bahkan sialnya, Kemed yg tadinya duduk sebangku dgn Luki harus dipindah di meja guru. Sementara Sinta dipindah duduk di samping Luki. Tentu saja situasi seperti itu tak menyenangkan. Dan ketika ulangan dimulai, semua belingsatan melihat soal yg ditulis susah semuanya. Bahkan Sinta pun yg terkenal pintar juga kesulitan.
“Ssst....Luk” Bisik Sinta pelan, pemuda yg dipangil menengok
“Kamu bisa? Kemarin aku nggak belajar, aku kira gampang ternyata susah”
“Bisa sih, dikit tapi. Aku hanya belajar sedikit” Luki ikut berbisik,
“Aku nyontek ya?” Gadis itu tersenyum, Luki jadi bingung, seharusnya kan dia yg nyontek bukan Sinta. Tapi dia tetap mengangguk.
Sinta nyontek? Pasti bakal jadi pertanyaan karena gadis itu memang terkenal pintar. Sebenarnya dia nggak belajar bukan tanpa alasan, semalaman dia sibuk ngerjain tugas fisika Reyhan. Reyhan nggak pandai fisika, bahkan dia selalu mengeluh dan memaki pelajaran itu dan gurunya. Sinta jadi nggak tega, jadi dia yg selalu ngerjain tugas-tugas fisika Reyhan. Pikirnya sih, ulangan matematika pasti gampang. Apalagi trigonometri dia sudah faham. Tapi ternyata, di luar dugaan semua orang soal trigonometrinya benar-benar out of imagination.
Meskipun gitu anak-anak nggak nyerah. Baru lima belas menit ulangan dimulai seisi ruangan sudah kasak-kusuk dan saling berbisisk meminta jawaban. Dan anak-anak kelas X9 benar-benar kompak. Ketika dimintai contekan satu sama lain, jawabannya sama semua. Menggeleng dgn lemah.
Bukan anak X9 kalau sudah nyerah di menit ke lima belas. Beberapa anak memberanikan membuka buku yg disembunyikan di laci. Beberapa lain saling melempar kertas kecil. Beberapa yg nggak belajar dan nggak mengerti sama sekali tampak belingsatan menunggu melompatnya kertas jawaban di meja mereka. Kemed yg duduk di meja guru dan Mr. Wid yg berdiri di sampingnya benar-benar pasrah, kertas jawabannya masih kosong. Sedari tadi dia hanya mengelus-elus kepala gundulnya yg terasa panas dan penat. Sementara Sinta dan Luki jadi kompak, mereka bekerjasama dan berdiskusi, ya kayak ngerjain tugas kelompok gitu.
Di lima belas menit terakhir, angin segar berhembus. Mr. Wid tiba-tiba beranjak keluar kelas.
“Saya keluar dulu ya! Saya mau ke kamar mandi! Kalian harus jujur! Jangan mencontek!”
Anak-anak seolah nurut. Mereka masih diam mengangguk, lalu sibuk melototin soalnya lagi. Wah jujur juga ya mereka! Ah, selalu saja salah sangka! Dalam hati anak-anak itu tentu girang banget dong! Itu merupakan kesempatan emas bagi anak-anak X9. Saat Mr. Wid sudah jauh dan benar-benar aman, beberapa anak langsung semburat melompat kesana kemari mencari jawaban. Kemed yg belum jawab sama sekali langsung gerak cepat melompat ke meja Riri menyalin jawaban. Beberapa murid lainnya memberanikan diri membuka buku di atas meja. Seperti Ghopur yg nasibnya beruntung duduk di bangku belakang pojok dekat jendela kelas.
“Pur, buruan! Aku nyontek!” Ujar Keceng yg nggak sabaran
“Iya bentar, ini lagi nyatet rumusnya!”
“Aku juga pur!” Giliran Angga yg baru mengerjakan dua dari lima soal.
“Iya, bentar-bentar!”
“Sssst......”
“Iya bentar, sabar!” Jawab Ghopur sebel sambil terus menulis rumus
Keceng menyenggol-nyenggol lengan Ghopur memberi tanda,
“Apaan sih? Bentar....bentar....” Sentak Ghopur, Keceng langsung menunduk.
“Ssssst.....”
“Apaan lagi sih?” Ghopur semakin jengkel, tapi dia merasa aneh. Kok hanya suaranya yg terdengar, sementara seisi kelas jadi sunyi senyap.
“Ssssst.....” Terdengar lagi,
Ghopur sadar, dia kan duduk di paling pojok dekat jendela. Lalu siapa yg dari tadi memanggilnya dari arah sebelah kanan. Padahal di samping kanan adalah jendela. Dia melirik pelan dgn firasat buruknya. Wajah Mr. Wid terpampang melongok dari jendela kelas. Ghopur hanya bisa cengengesan. Tapi beruntung, Mr. Wid tak menghukum Ghopur yg jelas ketahuan.
Ulangan matematika pun akhirnya berakhir. Semua kertas jawaban telah dikumpulkan. Dan semua anak kelas X9 keluar kelas dgn kepala menunduk. Seolah, mereka baru saja mengalami kekalahan perang yg menyakitkan. Ya benar! Rasanya, mereka benar-benar kalah telak.
*****

Sampai akhirnya tiba saat Sinta tiba dgn membawa kertas jawaban matematika dari Mr. Wid yg sudah dikoreksi. Anak-anak langsung berebutan mengambilnya satu-persatu. Beberapa anak melihat nilainya sambil berjalan, dan langsung lemas. Beberapa lagi menyembunyikannya nggak berani melihat nilainya. Beberapa lagi membawanya ke meja masing-masing dan mengamatinya, lalu menunduk lemas.
Luki pasrah melihat nilainya yg hanya dapat lima. Nilainya sama kayak Sinta yg juga dapat lima, bahkan sampai membuat gadis cantik itu murung.
“Aku nyesel nggak belajar” Ujarnya pd sahabatnya, Riri
“Lhoh, kamu nggak belajar?” Riri kaget, gadis yg ditanya mengangguk lemah.
“Kenapa nggak belajar?”
“Semalaman sebelum ulangan aku sibuk ngerjain tugas fisikanya Reyhan”
“Mestinya kamu nggak boleh gitu dong, kalau kamu kayak gitu terus bisa-bisa Reyhan jadi manja dan pelajaran kamu bisa keganggu. Mestinya kamu belajar kalau mau ulangan gitu. Saya saja belajar semalaman, saya nggak banyak main, saya terus latihan soal juga. Bahkan sebelum ulangan saya masih baca-baca lagi materinya”
“Lalu, nilai kamu dapat apa?”
Riri langsung tertunduk lesu, dia tak langsung menjawab. Dengan masih menunduk dan melas dia menjawab “Dapat tiga”, Sinta hanya bengong.
Tapi, meski bagaimanapun mencontek itu bukan hal yg dibenarkan. Seandainya nilainya bagus pun kita tak akan bisa bangga dgn sepenuh hati. Karena sesuatu yg ingin diraih itu harus diperoleh dgn perjuangan bukan dgn cara yg instan. Tapi nyontek itu kan juga perjuangan? Ya betul! Nyontek itu juga berjuang, berjuang dgn cara yg instan. Yang namanya berjuang itu melihat proses di balik hasil. Bukan berarti hasil tak lebih penting dari proses, semua sama pentingnya. Tapi proses itu sangat penting untuk dilalui. Karena dalam proses itulah pembelajaran yg sesungguhnya.
Dan apakah salah? Salah itu selalu menjadi paradigma masing-masing orang. Semua orang pasti juga tahu tak ada yg benar dgn mencontek itu. Bukan hanya yg pemalas, yg rajin dan pintar sekalipun (kecuali yg jujur) pasti akan mencontek jika terdesak dan berorientasi pd nilai yg bagus. Kebanyakan cenderung malu dapat nilai jelek dari pd berbohong. Yah, nyontek itu sama dgn berbohong. Bohong pd diri sendiri, pd guru, dan pd orang tua. Kebohongan yg membuat tak percaya diri dan tak percaya pd kemampuan diri sendiri. Dan coba saja rasakan kalau kamu dibohongin sama pacar / sahabat, apalagi parahnya pacarmu ketahuan selingkuh dgn sahabatmu (ini juga termasuk bohong juga bukan?). Bisa merasakan? Bagaimana sakitnya?
Sayangnya, nyontek itu sudah jadi budaya yg mengakar. Salah satu budaya yg didengungkan sebagai bentuk solidaritas. Mungkin kata-kata solidaritas itu satu-satunya yg terdengar bagus tentang mencontek. Andai saja solidaritas lebih ditonjolkan pd bagaimana bisa belajar bareng dan pintar bareng? Atau juga saling adu mencontek cara belajar yg efektif? Selalu ada pilihan, dan siapapun berhak memilih cara seperti apa untuk meraih tujuan, cara seperti apa untuk meraih nilai yg bagus saat ulangan.
Di balik kedukaan nilai yg bahkan nggak ada yg mendekati tujuh itu, ada sesuatu yg lucu, di setiap kertas jawaban selalu di komentari dgn tinta merah.
Seperti punya Sinta dan Luki yg kedapatan jawabannya sama persis, sampai titik komanya juga. Komentarnya gini,
Sinta banget.... komentar di kertas jawaban Luki
Romantis banget sama Luki... komentar di kertas Sinta
Dan di akhir kertas jawaban keduanya ada komentar yg sama
Nang KUA ae.....
Sinta dan Luki tertawa geli membacanya di bangku yg berbeda. Mereka mengamini komentar itu, karena dalam hati yg terdalam sama-sama mengharapkannya. Beda lagi dgn punya Keceng yg dikomentarin gini,
Kalau nyontek yg cerdas dong coy, masak salah dicontek juga....
Kertas jawaban Kemed juga kena komentari.
Adanya segitiga sembarang mas bro, mana ada segitiga bertembus pandang....
Di paling bawah lembar jawaban Kemed dikomentari begini.
Anak pramuka ya mas bro? Tapi jawabannya jangan ditulis pakai sandi rumput gitu dong! Itu sandi rumput apa sandi ceker ayam sih?
Ternyata Mr. Wid gaul juga ya mas bro? Ada-ada saja guru yg satu itu. Tapi, nggak cuman itu saja. Dan Ghopur malah lebih parah, dia lupa menuliskan namanya dan di atas sendiri tertulis
Nama : Makhluk Goib
Ada lagi komentar yg lain saat Ghopur ternyata salah nulis rumus.
Rumusnya itu halaman 48 bukan 63.....
Seisi kelas yg tadinya murung jadi bengong sesaat membaca komentar-komentar lucu nan aneh itu, lalu mereka tertawa geli sendiri. Semua saling bertukar dan membaca komentar di kertas jawaban satu sama lain. Mengabaikan berapa nilainya, tapi menganggap komentar guru yg satu itu suatu hal yg menarik. Bahkan, mereka secara kompak berniat melaminating kertas jawabannya, diphigora, lalu dipajang di dinding kamar. Mereka ingin mengenangnya, menjadikannya suatu pembelajaran hidup. Satu hal buruk yg jelek tak seharusnya terus dinikmati dgn kemuraman, pasti ada hal kecil terselip yg menggelikan dan mengundang tawa di antaranya. Semua memang tak lepas dari Mr. Wid. Ternyata, Mr.Wid ini pandai menghibur di tengah duka ya?

source : http://liputan6.com, http://lukiluck11.blogspot.com, http://viva.co.id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

D.M.C.A Disclaimer of Lukas Blog - All contents published under GNU General Public License.
All images/photos/videos found in this site reserved by its respective owners. We does not upload or host any files.