ohmlukas.blogspot.com - ohmlukas.blogspot.Com - Ada dua sahabat yg terpisah cukup lama; Ahmad dan Zaenal. Ahmad ni pintar sekali. Cerdas. Tapi dikisahkan kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan Zaenal adlh sahabat yg biasa-biasa saja. Tapi keadaan orang tuanya mendukung karir dan masa depan Zaenal.
Setelah terpisah cukup lama, keduanya bertemu. Bertemu di tempat yg istimewa; di koridor wudhu, koridor toilet sebuah masjid mungil.
Adalah Zaenal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menengah. Necis. Perlente. Tapi tetap menjaga kesalehannya.
Ia punya kebiasaan. Setiap keluar kota, ia sempatkan singgah di masjid di kota yg ia singgahi. Untuk memperbaharui wudhu, dan sujud syukur. Syukur-syukur masih dpt waktu-waktu yg diperbolehkan shalat sunnah, maka ia shalat sunnah jg sebagai tambahan.
Seperti biasa, ia tiba di satu kota. Ia mencari masjid. Ia pinggirin mobilnya, dan bergegas masuk ke masjid yg ia temukan.
Di sanalah ia menemukan Ahmad. Cukup terperangah Zaenal ini. Ia tahu sahabatnya ni meski berasal dari keluarga tak punya, tapi pintarnya minta ampun.
Zaenal tak menyangka bila berpuluh tahun kemudian ia menemukan Ahmad sebagai marbot masjid.
Maaf, katanya menegor sang marbot. Kamu Ahmad kan? Ahmad kawan SMP saya dulu?.
Yang ditegor tak kalah mengenali. Lalu keduanya berpelukan. Keren sekali Kamu ya Mas... Manteb.... Zaenal terlihat masih dlm keadaan memakai dasi. Lengan yg digulungnya untk persiapan wudhu, menyebabkan jam bermerknya terlihat oleh Ahmad. Ah, biasa saja....
Zaenal menaruh iba. Ahmad dilihatnya sedang memegang kaen pel. Khas marbot sekali. Celana digulung, dan peci didongakkan sehingga jidat hitamnya terlhat jelas.
Mad... Ini kartu nama saya....
Ahmad melihat. Manager Area.... Wuih, bener-bener keren.
Mad, nanti habis saya shalat, kita ngobrol ya. Maaf, di kantor saya ada pekerjaan yg lebih baik dari sekedar marbot di masjid ini. Maaf....
Ahmad tersenyum. Ia mengangguk. Terima kasih ya... Nanti kita ngobrol. Selesaikan saja dulu shalatnya. Saya pun menyelesaikan pekerjaan bersih-bersih dulu... Silahkan ya. Yang nyaman.
Sambil wudhu, Zaenal tak habis pikir. Mengapa Ahmad yg pintar kemudian harus terlempar dari kehidupan normal. Ya, meskipun tak ada yg salah dgn pekerjaan sebagai marbot, tapi marbot... ah, pikirannya tak mampu membenarkan. Zaenal menyesalkan kondisi negerinya ni yg tak berpihak kepada orang-orang yg sebenernya memiliki talenta dan kecerdasan, tapi miskin.
Air wudhu membasahi wajahnya...
Sekali lagi Zaenal melewati Ahmad yg sedang bebersih. Andai saja Ahmad mengerjakan pekerjaannya ni di perkantoran, maka sebutannya bukan marbot. Melainkan office boy.
Tanpa sadar, ada yg shalat di belakang Zaenal. Sama-sama shalat sunnah agaknya. Ya, Zaenal sudah shalat fardhu di masjid sebelumnya. Zaenal sempat melirik. Barangkali ni kawannya Ahmad..., gumamnya.
Zaenal menyelesaikan doanya secara singkat. Ia ingin segera bicara dgn Ahmad.
Pak, tiba-tiba anak muda yg shalat di belakangnya menegur.
Iya Mas..?
Pak, Bapak kenal emangnya sama Haji Ahmad...?
Haji Ahmad...?
Ya, Haji Ahmad...
Haji Ahmad yg mana...?
Itu, yg barusan ngobrol sama Bapak...
Oh... Ahmad... Iya. Kenal. Kawan saya dulu di SMP. Emangnya udah haji dia?
Dari dulu udah haji Pak. Dari sebelumnya bangun ni masjid....
Kalimat itu begitu datar. Tapi cukup menampar hatinya Zaenal... Dari dulu sudah haji... Dari sebelumnya bangun masjid ini...
Anak muda ni kemudian menambahkan, Beliau orang hebat Pak. Tawadhu’. Saya lah yg merbot asli masjid ini. Saya karyawannya beliau. Beliau yg bangun masjid ni Pak. Di atas tanah wakafnya sendiri. Beliau bangun sendiri masjid ini, sebagai masjid transit mereka yg mau shalat.
Bapak lihat toko material di sebelah masjid ini... Itu toko nya beliau. Tapi beliau lebih suka menghabiskan waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaannya, aneh. Yaitu senangnya menggantikan posisi saya. Karena suara saya bagus, kadang saya disuruh mengaji saja dan adzan....
..................................
Sahabat.... mungkin jika Ahmad itu adlh kita, begitu ketemu kawan lama yg sedang melihat kita ngebersihin toilet, segera kita beritahu posisi kita siapa yg sebenernya. Dan jika kemudian kawan lama kita ni sampe menyangka kita marbot masjid beneran, maka kita akan menyangkal dan kemudian menjelaskan secara detail begini dan begitu. Sehingga tahulah kawan kita bahwa kita inilah pewakaf dan yg ngebangun masjid ini.
Tapi kita bukan Haji Ahmad. Dan Haji Ahmad bukanlah kita. Ia selamat dari kerusakan amal, sebab ia cool saja. Tenang saja. Adem. Haji Ahmad merasa tak perlu menjelaskan apa-apa. Dan kemudian Allah lah yg memberitahu siapa dia sebenarnya.
Subhaanallah.. Allahu Akbar..
Setelah terpisah cukup lama, keduanya bertemu. Bertemu di tempat yg istimewa; di koridor wudhu, koridor toilet sebuah masjid mungil.
Adalah Zaenal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menengah. Necis. Perlente. Tapi tetap menjaga kesalehannya.
Ia punya kebiasaan. Setiap keluar kota, ia sempatkan singgah di masjid di kota yg ia singgahi. Untuk memperbaharui wudhu, dan sujud syukur. Syukur-syukur masih dpt waktu-waktu yg diperbolehkan shalat sunnah, maka ia shalat sunnah jg sebagai tambahan.
Seperti biasa, ia tiba di satu kota. Ia mencari masjid. Ia pinggirin mobilnya, dan bergegas masuk ke masjid yg ia temukan.
Di sanalah ia menemukan Ahmad. Cukup terperangah Zaenal ini. Ia tahu sahabatnya ni meski berasal dari keluarga tak punya, tapi pintarnya minta ampun.
Zaenal tak menyangka bila berpuluh tahun kemudian ia menemukan Ahmad sebagai marbot masjid.
Maaf, katanya menegor sang marbot. Kamu Ahmad kan? Ahmad kawan SMP saya dulu?.
Yang ditegor tak kalah mengenali. Lalu keduanya berpelukan. Keren sekali Kamu ya Mas... Manteb.... Zaenal terlihat masih dlm keadaan memakai dasi. Lengan yg digulungnya untk persiapan wudhu, menyebabkan jam bermerknya terlihat oleh Ahmad. Ah, biasa saja....
Zaenal menaruh iba. Ahmad dilihatnya sedang memegang kaen pel. Khas marbot sekali. Celana digulung, dan peci didongakkan sehingga jidat hitamnya terlhat jelas.
Mad... Ini kartu nama saya....
Ahmad melihat. Manager Area.... Wuih, bener-bener keren.
Mad, nanti habis saya shalat, kita ngobrol ya. Maaf, di kantor saya ada pekerjaan yg lebih baik dari sekedar marbot di masjid ini. Maaf....
Ahmad tersenyum. Ia mengangguk. Terima kasih ya... Nanti kita ngobrol. Selesaikan saja dulu shalatnya. Saya pun menyelesaikan pekerjaan bersih-bersih dulu... Silahkan ya. Yang nyaman.
Sambil wudhu, Zaenal tak habis pikir. Mengapa Ahmad yg pintar kemudian harus terlempar dari kehidupan normal. Ya, meskipun tak ada yg salah dgn pekerjaan sebagai marbot, tapi marbot... ah, pikirannya tak mampu membenarkan. Zaenal menyesalkan kondisi negerinya ni yg tak berpihak kepada orang-orang yg sebenernya memiliki talenta dan kecerdasan, tapi miskin.
Air wudhu membasahi wajahnya...
Sekali lagi Zaenal melewati Ahmad yg sedang bebersih. Andai saja Ahmad mengerjakan pekerjaannya ni di perkantoran, maka sebutannya bukan marbot. Melainkan office boy.
Tanpa sadar, ada yg shalat di belakang Zaenal. Sama-sama shalat sunnah agaknya. Ya, Zaenal sudah shalat fardhu di masjid sebelumnya. Zaenal sempat melirik. Barangkali ni kawannya Ahmad..., gumamnya.
Zaenal menyelesaikan doanya secara singkat. Ia ingin segera bicara dgn Ahmad.
Pak, tiba-tiba anak muda yg shalat di belakangnya menegur.
Iya Mas..?
Pak, Bapak kenal emangnya sama Haji Ahmad...?
Haji Ahmad...?
Ya, Haji Ahmad...
Haji Ahmad yg mana...?
Itu, yg barusan ngobrol sama Bapak...
Oh... Ahmad... Iya. Kenal. Kawan saya dulu di SMP. Emangnya udah haji dia?
Dari dulu udah haji Pak. Dari sebelumnya bangun ni masjid....
Kalimat itu begitu datar. Tapi cukup menampar hatinya Zaenal... Dari dulu sudah haji... Dari sebelumnya bangun masjid ini...
Anak muda ni kemudian menambahkan, Beliau orang hebat Pak. Tawadhu’. Saya lah yg merbot asli masjid ini. Saya karyawannya beliau. Beliau yg bangun masjid ni Pak. Di atas tanah wakafnya sendiri. Beliau bangun sendiri masjid ini, sebagai masjid transit mereka yg mau shalat.
Bapak lihat toko material di sebelah masjid ini... Itu toko nya beliau. Tapi beliau lebih suka menghabiskan waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaannya, aneh. Yaitu senangnya menggantikan posisi saya. Karena suara saya bagus, kadang saya disuruh mengaji saja dan adzan....
..................................
Sahabat.... mungkin jika Ahmad itu adlh kita, begitu ketemu kawan lama yg sedang melihat kita ngebersihin toilet, segera kita beritahu posisi kita siapa yg sebenernya. Dan jika kemudian kawan lama kita ni sampe menyangka kita marbot masjid beneran, maka kita akan menyangkal dan kemudian menjelaskan secara detail begini dan begitu. Sehingga tahulah kawan kita bahwa kita inilah pewakaf dan yg ngebangun masjid ini.
Tapi kita bukan Haji Ahmad. Dan Haji Ahmad bukanlah kita. Ia selamat dari kerusakan amal, sebab ia cool saja. Tenang saja. Adem. Haji Ahmad merasa tak perlu menjelaskan apa-apa. Dan kemudian Allah lah yg memberitahu siapa dia sebenarnya.
Subhaanallah.. Allahu Akbar..
Orang yg ikhlas itu adlh orang yg menyembunyikan kebaikan-kebaikannya, seperti ia menyembunyikan keburukan-keburukan dirinya.
other source : http://kabarmakkah.com, http://tribunnews.com, http://youtube.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar